Tuesday, April 29, 2008

Bandung-Cibodas-Jakarta

Start:     Apr 30, '08 4:00p
End:     May 5, '08
Location:     Bandung-Cibodas-Jakarta
01-02 May '08
To Bandung for full day city tour, want to see Dago sky at night and feel the breeze of Lembang and see Ms. Harlie there :)
02-04 May'08
Joining Gathering National Pendaki Indonesia in Cibodas
04-05 May'08
Going around Jakarta, Glodok or somewhere deh... before get back to work.

Friday, April 18, 2008

Ronde's wedding




Rona + Prima
Teman dari milis pendaki dan teman cangkruk ngopi bareng itu akhirnya menikah.
Demi kamu deh Ron, aku bersedia dandan model mak-mak hehehe..
Be happy yah...

Wednesday, April 2, 2008

Ayek-Ayek




Sejenak melepas lelah di ayek-ayek...
Paling pas menanjakinya dari Ranu Kumbolo untuk pulang ke Ranu Pane.
Dijamin melelahkan, asyik karena bukit-bukit teletubis yang menghampar luas dan tentu saja glindingannya ke bawah yang mendebarkan mengasikkan.

Pananjakan




Menuju Ranupane selalu ada yang indah.
Salah satunya adalah jalur pananjkaan yg indah sekali dan sayang untuk dilewatkan...
Saya mengambil gambar ini waktu survey untuk acara 1bumi kemarin...

Evening in Selorejo Dam




Danau plus bendungan yang nyaman banget buat refresing.
Location : Ngantang - Selorejo

Short Journey To Argopuro

Route:Surabaya-Besuki-Baderan-Sikasur-Sisentor-Puncak-DanauTaman Hidup - Bermi- Probolinggo- Surabaya

Date : 19-23 March 2008

Lelakon : Uncle Rasyid, Umi Aisha, Bang Andre, En. Pahmek, En. Weezee, Ms. Tie, Ms. Noor, Ms. Dila, Ms. Fiza
Host : Mbeng
Lelakon Pembantu : Koecing, Jegger, Imam
Cheerleader : Susan

The Beginning

“Pokoknya kalo argopuro, sempu or songa aku pass deh mas.” Mungkin sudah kali ke 17 aku mengulangi ketikan lewat jari dalam media YM (baca Wai-M) dengan musuh chattingan waktu itu bernama Garempa alias Mbeng.

  1. Karena libur panjang
  2. Sempu-Songa keknya kegiatan yang bener-bener fun n bisa dilakuin sabtu-minggu ajah
  3. Argopuro??? Panjang, hujan dan lama. Plus sudah pernah.

Next day Kucing SMS menyuruhku untuk priper ke AW karena akan berusaha nego sama orang Jagawana supaya bisa mendaki. Oke. Aku cukup senang artinya bisa bareng sama Amsi dan rombongan yang sama setujuan ke sana.

Sesampai di Bungurasih bertemu dengan teman2 dari Karat. Yang kelihatan super antusias untuk mendaki bumi tercinta. Tapi sungguh di hati ini masih tersimpan keraguan karena AW sangat susah dimasuki musim-musim ini. Mbeng senyam senyum penuh misteri. Kucing n Jegger pura-pura ga menanggapi aku tiap aku menebak “Argo mane yo?” (Argo lagi ya?)

Kecut. Ciut dan sudah siap-siap kabur ke Selamet menuju teman-teman yang menunggu di sana untuk jungle trekking. Gagal. Karena :

  1. Sebagian barang-barangku sudah dipacking secara menyebar dalam keril kucing dan Jegger.

  2. Mau bongkar sungkan sama teman-teman karat dan lucu aja pake acara ribut di terminal. Takutnya ngalahin preman Bungur kalo berantem ma kucing gara-gara masalah gunung. Apalagi wajah-wajah ramah teman-teman Karat juga membuatku ingin tinggal.

Tahan San.. Tahan… Komitmen… Nemenin Mbeng naik gunung nih.

“Tenang San kita tempuh Argopuro dalam 2 Malam saja”

“Gendeng. Ga iso Ndul. Iki Argo yo duduk Semeru” (Gila. Ga bisa Ndul. Ini Argo bukan Semeru) Aku nyolot banget denger Mbeng ngomong. Esmosi Jiwas, maklum.

Day 1 : Episode Salah Arah dan Tujuan

Subtitle : Argopuro yang hijau, hujan, becek tapi ada Ojek …

(HTM : 15.000/ojek)

Next day 8 o’clock sesudah priper n packing di pos pendakian Baderan beberapa ojek sudah siap mengantar kami menuju batas rumah penduduk dan ladang yang mungkin kalau ditempuh bakal menghabiskan waktu 1-2 jam.

Mestinya jam 9 semua orang sudah terkumpul di pos tersebut, sayang beribu sayang ada yang belum sampai. Pahmek alias Fahmi hilang!!!!!

Gempar, Panik, dan Bingung Mbeng kembali lagi turun ke bawah ditemai Ojek di sana. Mabur dengan tanda Tanya besar di otak dan pantatnya secara lumayan banget siksaan yang diterima tulang pantat ngebut di atas batu kali medan tersebut. Belum lagi setruman yang mengalir menuju kepala. Lumayan bisa memberi efek pusing dan mual sebagai sangu perjalanan.

Back to the lost member. Pahmek ternyata salah ojek sekaligus salah arah. Bukan Argo yang dia tuju, melainkan terminal Besukih. Ojek yang dia naiki bukan masuk dalam gerombolan ojek – ojek yang diplaning buat ngantar kita-kita “pendaki hopeless (hopeless karena gagal ke AW)

Dari hasil otopsi, mungkin begini kronologisnya :

Pahmek : Giat naik menuju ojek. Di pojokan jalan dengan kerilnya. Konon Mbeng sudah meneriakinya supaya tidak menaiki ojek yang bukan level kita tersebut. Mungkin Mbeng mengira si Pahmek sudah ngerti maksud cakapnya yang tidak cakep itu (Masih Esmosi Jiwas wakakakak). Jadi Mbeng berpikir “Let it flows lah..” N Pahmek bener-bener flows, dia tetep PD dan mungkin merasa bahwa Mbeng menyuruhnya nyengklak di atas ojek ga level itu.

Ojek : Melihat gelagat penumpang yang semangat pulang. “Oh mungkin dia ga jadi ikut mendaki. Mungkin dia berubah pikiran ga ikut rombongan yang sudah berangkat tadi. Wah maknyus mantab. Rejeki. Daripada jual pentol (kata lainnya baso. Red) ga laku-laku aku ngojek dhisek ae. “

Akhirnya tanpa tedeng aling-aling dan alang-alang si tukang ojek sekaligus bakul pentol itu menawari satu rute. Satu rute saja. Cuma satu thok

(Pembaca: Iya tau… Aku aku ngga buta huruf Ndull!!)

“Besuki, Mas”

“Iya” Pahmek mengangguk.

Dan pantas Pamek ga nyampe-nyampe di Pos 1. Sampai akhirnya para ojek keren yang ikutan spaneng dan berpikir dengan keras sambil speaking Madurese yang makin membuatku sibuk menerka-nerka speaknya itu, berkesimpulan kalau si Pamek nyasar bareng tukang ojek bayangan!!!!! (Maksudnya Tukang Pentol yang side-jobnya jadi tukang Ojek)

Di lain tempat Mbeng sukses mengejar Pahmek yang akhirnya baru sadar ternyata Pos 1nya itu adalah terminal Besuki dan bukan Pos 1 menuju Argopuro!!

“I’m Sorry Indonesia…. “ Begitu teriaknya di atas ojek bayangan tadi akhirnya sampai di pos 1. Semua wajah-wajah temannya yang sempat kebingungan kehilangan satu-satunya cowo jomblo asal KL tersebut langsung aman sumringan.

Pesan Moral : Jangan naik ojek yang cuma nawarin 1 rute apalagi kalo kita ga kenal tempat tersebut. Kalau nyasar bayarnya mahal cukkk.

Back to the show:

Menjelajah Argopuro dari Baderan? Katanya lebih enak. Ga segila kalo dari Bremi. Buktinya? Pada bae. Meskipun gerombolan ojek-ojek dah dengan setia mengoper kami bergantian dari pos pendakian ke batas ladang penduduk masih saja jalan terlihat cukup berat.

Mual n pengen muntah bawa beban berat. Secara sudah lama aku meninggalkan kebiasaan buruk mendaki tanpa porter (xixixixi sok manja – babain.com :p).

Dari jauh sempat kulihat Kak Tie berhasil mengatasi masalah perutnya. Mbeng juga nyusul. Sepertinya lega sekali. Me? Not succeed .. :((

Hujan menemani sepanjang perjalan menuju mata air dan berhasil menuju tujuan pertama tersebut pukul 2. Rehat sejenak makan siang di balik raincoat masing-masing kira-kira 1 jam dan menembak Sikasur dengan speed pas-pasan.

Aku, Kucing, Mbeng dan Imam beberapa kali berhenti menikmati gemericik air hujan dan beceknya jalan dan tanjakan. Kesembilan “Karater” (let’s mention them so) plus Jegger mungkin sudah jauh meninggalkan kami. melelahkan sekali perjalanan hari itu. beberapa kali menanjak di atas jalan nan licin.

“Su. Sebentar lagi ketemu savanna kok ayo saitik mane( sedikit lagi)” kata kucing

“Bahno Cing. Luwe aku” (Biarin Cing, aku lapar) sambil nelen roti.

Ternyata kebiasaan Kucing memanggilku Su yang kadang-kadang berubah menjadi A-Su adalah ajaran dari teman baiknya bernama Sherpa Kisut (Pendaki tampan yang keren banget)

Aku mengira perjalanan dari Baderan menuju Sikasur akan cukup pendek mengingat dulu ketika aku ke Argopuro lumayan cepat, pas turun (halah!) ternyata cukup berat dan sering membuatku kelaparan di tengah hujan dan dingin ini.

Hampir petang. Sunset menjamah dengan indahnya saat beberapa ratus meter arah tanjankan kami menuju savannah pertama yang akan kami injak.

Kami makin mempercepat langkah ke depan. Dan ah… akhirnya

………………………..
1st savannah I met.
My tears dropped as I prayed asking Him the changing for my destiny
I looked over the cloudy sky but no star welcomed my steps
Slowly I laid my back on grass
God, where is the star I had met before?
Let me say hi again and tell it I will be fine

…………………………..

Menyalakan perapian kecil sesudah menguntal pain killer secara masal. Makin gelap dan kilat makin mengganas membuat kami mempercepat langkah kami masing-masing. Meninggalkan savannah pertama menuju Sikasur yang akhirnya kami raih pukul 8.30 malam.

My eyes kept looking the stars but failed it wasn’t there.


Sesampai di Sikasur, menunggui Kak Aisha dan Uncle Rasyid memasak buat kami semua.
Ampun deh ngga ngebayangin akan ada orang seperti Umi dan Uncle ini yang benar-benar sayang sama kami-kami anak muda yang suka kelaparan. Muachhh buat Umi n Uncle. Kak Dila juga sibuk membantu mengiris-iris sayuran dan sebagainya.

The rest after that we Slept in our tent.

Jam 1 tengah malam.

Susan : Busyet… Mules Tjuukk
Kak Fizha : Bangun karena kedinginan
Susan : “Kak… Aku pengen pi nih”
Kak Fizha : “Ha? Berani tak?”
Susan : “Tak”
Kak Fizha : Bergerak keluar menemani Susan
Susan : Menuntaskan hasrat sambil merinding semua bulu kuduknya.
Kak Fizha : Ikutan dan sesudahnya menikmati pemandangan Sikasur sambil bilang : “Susan cantik sekali ya malam-malam gini… “
Susan : Iyaaa… (padahal dalam hati takut sekali… Mana ada indahnya kalo ketakutan gini. Gapapa deh bilang “iya” asal ada temannya hiks…)

Day 2: Episode Sentor- Summit

Subtitle : MBA (Masak nasi By Accident)


Besok pagi dalam tenda antara aku, kak Fizha dan kak Noor bercerita tentang kejadian semalam. Kak Fiza langsung kaget. Thanks God I didn’t know.” Wakakakakakak….

Sesudah sarapan menu roti arab dan sambal sarden (di sini kita biasa menyebutnya Roti Maryam dan hanya di daerah Ampel saja Roti Maryam dijual. Dan baru kali ini lidahku, Kucing, Mbeng, Imam dan Jegger disuguhi Roti Maryam. )

“Cing, Sarapan Samiler?” (wakakakakak) kata Jegger yang mbencekno banget pagi itu. Minta dibikinin kopi hitam, dimasakin Mi (dan akhirnya ga ada yg mo masakin) dan masih saja membahas Samiler* sebagai menu sarapan pagi itu. Maklum lidah kami hanya menerima nasi untuk mengembalikan tenaga-tenaga kuli kami.

Sesudah packing semua berangkat menuju Sentor.

Kumat. aku berjalan pelan menapaki bukit Sikasur. Sudah sepertinya tak bisa lagi kutahan. Beberapa menit aku berhenti tak ingin meneruskan perjalanan. Aku berdiam waktu kucing menghampiriku dan merebut consina untuk dibagi isinya dengan Imam. Lalu aku mendapat bagian yang ringan.

“Nek loro ngomongo, C**k” (Kalau sakit bilang C**k) katanya sambil mengeluarkan obat buatku.

Perjalanan menuju Sentor masih diwarnai dengan hujan, savannah, becek, pohon tumbang dan misuh-misuhnya kucing n Jegger yang hampir selalu bisa membuatku tertawa ngakak dan melupakan sakit.

Aku sudah lupa mereka ngomong apa yang jelas bukan misuh dengan rasa benci tapi karena sayang semata. Cieeehhh huekk.Nazisss

Jam set 3 kami sudah sampai di Sentor dan bertemu dengan rombongan JP yang konon sempat nyasar menuju sisentor. Wakakaakakak dah pernah! Tapi keknya mereka lebih parah ketimbang nyasar yang pernah aku alami sama teman-teman penat di pendakian Agustus lalu.

Teh-susu dan milo hangat kusiapkan untuk mereka semua yang nekat menuju puncak Argo dan Rengganis sore itu. Mbuh akan balik jam berapa mereka dari sana. Yang jelas aku pilih di Sisentor saja dan beristirahat di pondokan bersama porter-porter kuat dan mbencekno itu.

“Susan ini semua logistiknya.” Pesan Kak Aisha sebelum berangkat.

Memasak Nasi menggunakan periuk besar-besar untuk 14 orang sekaligus. This is the beginning of disaster.

Aku : Memasak
Jegger: mengintip dari luar sambil ngomel
Kucing : di sebelahku ngawasin aku masak. “Su tambahin air”
Aku : sesuai perintah yg lebih pengalaman menambahkan air.
Jegger: wedok ga iso masak!!! (Artinya: Duh… cakepnya yang masak :p)
Aku, Kucing dan Imam : Ngakak (Puas???)

Semua urun rembuk menyeselesaikan nasi yang makin ga karuan itu. Dan karena aku perempuan satu-satunya (meskipun ga pernah dianggap sebagai perempuan beneran dalam dunia orang-orang itu) menjadi sasaran empuk untuk disalahkan.
”Ning ning… perempuan ga bisa masak nasi, Jobloq.” Wakakakakakak….

Dan aku hanya bisa menerima kodratku. Tau gitu tadi aku masak sendiri. Ga usah nurutin tjangkem-tjngkem ganas tak tau diri itu (aaarrrgghhh).

Gagal maning-maning… Ntah kenapa Sentor tidak pernah bersahabat denganku. Dua kali aku gagal memasak di tempat ini. Maksudnya dua kali yang terposting. Hahahahaha.

Alhamdulillah Umi alias Kak Aisha dan Bang Rasyid lombo atine ( mau memaafkan kejobloqan kami terutama aku yang ruined all the rice cooking session) mereka bersedia memasak nasi lagi sementara kak Aisha memasak sayuran yang sumpah mantab sangat dimakan malam itu sesudah mereka muncak dan baru kembali lagi di sentor jam 11 malam!. Hanya 1 jam saja menyiapkan sayur asam ala Malaysia plus rendang itu. Yummie banget deh.

Sesudahnya ngorok nasional. Aku, Kucing, Mbeng, Jegger dan Imam memilih tinggal dalam pondok Sisentor. Anget deh di sana.

Subuh, Kak Aisha dan Bang Rasyid dah membuyarkan "kamar tidur" kami bermimpi di balik SB kami masing-masing.

Day 3: Episode Sentor – Bremi

Subtitle : 16 hours of M2M (Mlaku n Melek)

Menu pagi itu mi goreng plus telur. Sepertinya ini lebih fit dengan perut-perut local kami. Dan Nasi plus ikan asin dan sambal n sotong dibungkus untuk makan siang kami.

Pukul 10 tet kami menembus savannah-savanah yang tersisa untuk kami lewati, hutan-hutan untuk kami terabas, tanjakan-tanjakan untuk kami lalui. Dan pastinya the jancukan alias jelatang memberi efek kaget-jeritan-dan pisuan ketika durinya bertemu kulit-kulit mulus kami. Tak ada satupun anggota yang tersisa di belakang.

Sesudah menikmati taman kering kira-kira pukul 2 siang kami meneruskan perjalanan menuju danau taman hidup. Meskipun perjalan menurun namun tetap kami harus waspada atas licinnya jalan dan basanhnya keril yang makin lama membuat beban kami yang kian makin berat.

Menjelang maghrib kami sampai di taman hidup. Sayang sekali mereka tidak dapat menikmati indahnya taman hidup karena makin malam dan mendung.

Sesudah makan malam eng ing eng.. ngebut in silent menuju Bremi dimulai pukul 8 malam. Tak ada sekata cakappun. Mungkin lelah dan ngantuk. Lembeyane wis kayak macan luweh.. (alias getting slower)

Pukul 2 malam kami sampai di Bremi dengan selamat

Alhamdulillah….

Matur Nuwun ingkang Sanget buat Tuhan YME.

Matur Suwun juga buat teman-teman dari Surabaya yang mbencekno sekaligus lucu dan menyenangkan. Kucing, Jegger, Mbeng dengan jancak dan jancok nya yang selalu membuatku ketawa ngakak kalau mendengarnya. Sayang pijitin aku, Cuk!!

Matur thank you buat teman-teman Karat dari Malaysia dan Singapore.

Uncle Rasyid : Tak nyesal aku jalan ma uncle yang satu ini. Ternyata dunia ini kian sempit ya? Hahahaha.. Akan San ingat deh cara menanak nasi yang benar. Makasih buat pelajarannya

Kak Aisha : Maap ya nasinya dah jadi bubur... Hehhehe... Seneng ya punya "umi kek Kak Aisha kalau naik gunung. Terasa di rumah sendiri. San jadi makin ngiler punya suami yang suka juga naik gunung nih. Bisa adventure sama-sama kek Kak aisha n Bang Rasyid :D

Bang Andre : Kenapa kau sangat cepat kali kalau jalan? Hehehe... Top banget deh jadi TIM SAR :D

Bang Weezhee: Aduh... Makasih buat kaosnya terharu biri nih semacam warna kaosnya. May success in your life.

Bang Pahmek : Weiii kita ke Gunung bukan ke bus station neeh.. :)) Susan.. Mental ya? Hehehhe

Kak Tie: Waduh keren banget ya stick yang dipake buat nanjak. Itu stick apa unbrella? Genit bgt warnanya.

Kak Dila : Yang paling tomboy.. maap kemarin ga sempat cari lapis surabayanya. Next time kl ke Surabaya, ambil cuti lebih panjang ya biar bisa shopping. :D

Kak Noor : Ya.. We'll fight for our life. Get success... Jangan lupa ya Cik Gu ajak-ajak student-nya yang cowo n masih single ke gunung buat dikenalin ke aku hehehe.. muach..

Kak Fiza : Yang selalu riang gembira Dan Selalu senyum. Hemm... kalau ganti baju janganlah di depan rumah orang hahahahaha... I'm gonna miss i kak.

Argopuro via Baderan : Settled.


If it is the end of the journey, I do hope we’ll climb over rainbow and the under the stars again.


With greater love and crippled destiny,

Susan