Wednesday, November 11, 2009

Adoring you, No More!

Menulis.
Iya saya suka sekali menumpahkan segala keluh kesah di otak saya lewat barisan kata-kata yang tanpa batas. Iya saya suka sekali memuja seseorang lewat cerita dalam paragraph. Iya saya suka mengeksploitasi kisah kasih saya yang kebanyakan berada pada sub tittle "remuk redam" dan berakhir tidak indah itu. Iya saya suka sekali membagi suasana hati sesudah menyusuri satu peradaban baru atau menjamah tempat-tempat tinggi bernama gunung. Kadang saya juga suka menceritakan itu semua dengan fiksi nyeleneh tanpa pakai tedeng aling-aling.

Namun entah kenapa akhir-akhir ini sudah keluh rasanya jemari saya yang tidak indah ini mengabadikan perasaan dalam bentuk tulisan dan cerita-cerita seperti sebelumnya. Kemarin dalam curhat colongan dengan seorang kawan, saya mengatakan bahwa saya sudah kehilangan mood dan semangat untuk menulis dengan indah. Tentu saja menulis tentang seseorang.

“Why?” tanyanya

Dulu, kala jiwa saya masih meluap-luap dengan harapan harapan indah dan kisah menarik (menurut saya sih), kisah saya dengan seorang kawan ataupun kekasih pasti terungkap dengan hidupnya lewat cerita-cerita “murahan” yang menggemaskan yang bisa saya obral di jurnal pribadi saya. Coba sekarang lihat apakah saya sudah menulis lagi? Masih.
Tapi mungkin sudah tidak seperti gaya saya di zaman jahiliyah itu. Semenjak spirit saya menurun untuk membuka aib pribadi yang terkadang memang mendebarkan itu, saya sudah memutuskan untuk tidak menuliskannya lagi. Lalu, coba tengok lagi sehebat apa saya bisa membuat lelaki-lelakiku itu “tersanjung” dengan pilihan kata-kata yang dengan telak memuja mereka kala itu. Sepertinya atau mungkin cukup bisa membuat mereka berbunga-bunga melayang hingga ke planet serpo.

Realistis.
Iya memang... saat merasa sudah berkurang umurnya, kudunya sudah bisa makin realistis memahami cerita hidup. Apa yang saya sukai dan cintai dulu sekarang bukan lagi berada di sisi saya. Apa yang membuat saya menangis dulu sudah bukan masalah pentil (baca: penting!) lagi. Apa yang membuat saya terkagum-kagum dan memuja dulu, sudah tidak perlu lagi saya umumkan di dunia.
Jadi bukan tidak mungkin jika saya masih memuja mereka saat ini, beberapa tahun kemudian pasti mereka sudah tidak ingat lagi dengan saya.

Sebenarnya seorang teman sempat mengingatkan “jangan lagi menulis yang membuat kekasih-kekasihmu itu besar kepala”. Tapi saya “ndablek”, saya bandel. Kalau sudah cinta, apapun akan saya deklarasikan dalam bentuk pujaan tanpa batas. Sekarang saya baru tau rasanya tidak bisa memuja lagi. Lebih tepatnya kecenderungan untuk tidak perlu memuja lagi. Dan parahnya merembet kepada gaya bercerita yang tidak lagi bisa sok romantis. Mungkin sudah kehilangan fragrance macam itu ya?. Atau saya sudah menemukan titik nyaman yang saya sendiri belum sadari? Being alone like now and having much time for myself without taking care the damn lovers who had dumped me??

Hem.. Maybe..
Tapi satu yang perlu diingat adalah, semua cerita yang terukir lewat gombalan-gombalan kisah itulah yang sesungguhnya menepikan saya pada “kekuatan” yang saya miliki saat ini. Tidak perlu cengeng, tidak perlu mengemis, tidak perlu berharap dan tidak perlu memuja! Bukan begitu, Kisanak??? 

Thursday, November 5, 2009

Farewell

Pernah ga sih merasa berat sekali melepaskan salah satu teman kerja?
Minggu kemarin, kami kehilangan dua orang rekan kerja.
Satu pergi karena mendapatkan pekerjaan baru dan saya senang sekali atas kepergiannya. Yang satunya lagi pergi karena